Perkawinan dengan saudara kandung dalam tatanan kehidupan masyarakat dianggap sebagai hal diluar toleransi. Namun tak begitu halnya dengan suku Polahi, dipedalaman Gorontalo. Mereka justru hanya akan kawin dengan saudara mereka.
Mama Tanio, seorang wanita dari suku ini menungkapkan bahwa tidak ada pilihan lain karena di sana populasi mereka tidak banyak. Oleh sebab itu mereka hanya bisa menikah dengan saudara mereka sendiri. Suku Polahi hidup di pedalaman hutan Gorontalo dengan kehidupan masih terbelkang. Suku ini belum mengenal pendidikan dan agama dan kurang mau bersosialisasi dengan penduduk lain.
Meskipun beberapa dari keluarga Polahi ini telah hidup dengan tempat tinggal tetap tapi kebiasaan nomaden mereka tetap dilakukan. Terutamajika ada salah satu anggota keluarga mereka wafat. Bentuk perkawinan lain bisa saja mereka lakukan antara ayah dan anak perempuan atau ibu dengan anak lelaki.
Ini diakui oleh keluarga yagn berasal dar suku Polahi yang dijumpai di hutam Humohulo. Baba Manio, kepala suku ini memiliki dua istri yaitu Mama Tanio dan Hasimah. Dari pernikahan dengan Mama Tanio lahirlah Babuta dan Laiya.
Babuta yang menjadi penerus kepemimpinan ayahnya, Baba Manio menikahi adiknya sendiri dari hasil pernikahan ayahnya dengan Hasimah. Selanjutnya anak Babuta dan Laiya akan bisa saling menikah juga. Dalam perkawinan mereka akan dimandikan disungai dan dilengkapi dengan bacaan tertentu.
Isolasi kehidupan yang mereka dapatkan, menjadi pangkal etika sosial agama tidak dikenal. Hanya dengan pernikahan seperti ini mereka bisa menjaga keturunan suku Polahi. Istimewanya, mitos jika kawin sedarah akan mendapatkan anak cacat tidak berlaku sama sekali. Keturunan mereka masih normal, tidak ada yang cacat.
Sebuah kelompok suku Polahi ini bisa ditemukan di Pegunungan Bolihoyuto, Paguyaman. Untuk akses ke sana butuh 8 jam berjalan kaki dari Desa Bina Jaya, dusun Pilomohuta Paguyaman Kabupaten Boalemo. Udin Mole, kepala dusun Pilomohuta mengungkapkan bahwa dusun Pilomohuta inilah salah satu akses menuju suku Polahi.
Selang beberapa waktu yang silam sku ini juga dikenal tanpa pakaian. Hanya memakai sejenis cawat untuk menutupi kemaluan mereka. Bahkan wanita dari suku ini juga tanpa mengenakan penutup atas. Namun beberapa suku Polahi di Paguyaman yang sudah sedikit bersosialisasi sekarang telah menggunakan pakaian.
Asal kata Polahi memiliki arti pelarian. Konon katanya merka adalah warga Gorontalo yang melarikan diri dari penjajah Belanda. Kehidupan mereka bersosialisasi dengan hutan belantara. Keterasingan suku ini pada awalnya memang menakutkan warga. Namun sekarang seorang pencari Rotan, mengatakan bahkan suku Polahi cukup ramah, pencari rotan bisa menggunakan rumah Polahi untuk beristirahat ketika mencari rotan.
Kembali diungkap Mama Tanio bahwa sekarang suku Polahi telah mengenal pakaian, sudah mengenal malu jika tanpa pakaian harus turun hutan. Mama Tanio juga telah menepis bahwa ada mistis mistis tertentu dari suku Polahi ini. Bahkan ketika ada tayangan TV swasta nasional yang mengeksplorasi suku ini dan menyatakan mereka telanjang ini hanyalah rekayasa dan mereka di bayar untuk itu, tambah Mama Tanio.
Sekarang mereka telah mengenal pasar untuk menjual hasil kebun mereka dan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bahkan beberapa suku Polahi telah bekerja sebagai buruh angkut barang. Bahkan anak anak Polahi yang telah menggunkan handphone. Ini membuktikan mereka sudah mulai membuka diri.
Di desa Bina Jaya telah di data 11 keluarga dari suku Polahi ini. Namun sejak kematian Kepala Suku mereka mereka kembali ber-nomaden. Satu keyakinan mereka bahwasanya apabila ada yang meninggal dunia, maka harus meninggalkan rumah dan mencari tempat hidup yan baru.
Pemerintah Gorontalo sendiri pernah menawarkan pemukiman bagi suku Polahi ini. Tetapi ditambahkan Babuta, mereka menolak karena mereka lebih senang hidup di hutan. "Pendahulu mengingatkan kami untuk tidak meninggalkan hutan ini" kata Babuta. (sumber kompas.com)
Mama Tanio, seorang wanita dari suku ini menungkapkan bahwa tidak ada pilihan lain karena di sana populasi mereka tidak banyak. Oleh sebab itu mereka hanya bisa menikah dengan saudara mereka sendiri. Suku Polahi hidup di pedalaman hutan Gorontalo dengan kehidupan masih terbelkang. Suku ini belum mengenal pendidikan dan agama dan kurang mau bersosialisasi dengan penduduk lain.
Meskipun beberapa dari keluarga Polahi ini telah hidup dengan tempat tinggal tetap tapi kebiasaan nomaden mereka tetap dilakukan. Terutamajika ada salah satu anggota keluarga mereka wafat. Bentuk perkawinan lain bisa saja mereka lakukan antara ayah dan anak perempuan atau ibu dengan anak lelaki.
Ini diakui oleh keluarga yagn berasal dar suku Polahi yang dijumpai di hutam Humohulo. Baba Manio, kepala suku ini memiliki dua istri yaitu Mama Tanio dan Hasimah. Dari pernikahan dengan Mama Tanio lahirlah Babuta dan Laiya.
Babuta yang menjadi penerus kepemimpinan ayahnya, Baba Manio menikahi adiknya sendiri dari hasil pernikahan ayahnya dengan Hasimah. Selanjutnya anak Babuta dan Laiya akan bisa saling menikah juga. Dalam perkawinan mereka akan dimandikan disungai dan dilengkapi dengan bacaan tertentu.
Isolasi kehidupan yang mereka dapatkan, menjadi pangkal etika sosial agama tidak dikenal. Hanya dengan pernikahan seperti ini mereka bisa menjaga keturunan suku Polahi. Istimewanya, mitos jika kawin sedarah akan mendapatkan anak cacat tidak berlaku sama sekali. Keturunan mereka masih normal, tidak ada yang cacat.
Sebuah kelompok suku Polahi ini bisa ditemukan di Pegunungan Bolihoyuto, Paguyaman. Untuk akses ke sana butuh 8 jam berjalan kaki dari Desa Bina Jaya, dusun Pilomohuta Paguyaman Kabupaten Boalemo. Udin Mole, kepala dusun Pilomohuta mengungkapkan bahwa dusun Pilomohuta inilah salah satu akses menuju suku Polahi.
Selang beberapa waktu yang silam sku ini juga dikenal tanpa pakaian. Hanya memakai sejenis cawat untuk menutupi kemaluan mereka. Bahkan wanita dari suku ini juga tanpa mengenakan penutup atas. Namun beberapa suku Polahi di Paguyaman yang sudah sedikit bersosialisasi sekarang telah menggunakan pakaian.
Mistis Suku Polahi
Suku ini dianggap memiliki ilmu menghilang dari pandangan orang lain. Selain itu juga dikenal memiliki kecepatan berjalan yang tinggi. Oleh sebab itu mereka sanggup hidup di hutan buas. Adalh Rosyid Anwar seorang juru foto Kompas mengatakan bahwa dulu temannya pernah melakukan penelitian tentang suku ini. Untukmelihat suku Polahi ini matanya harus di usap dengan daun tertentu dan diberikan mantra tertentu.
Asal kata Polahi memiliki arti pelarian. Konon katanya merka adalah warga Gorontalo yang melarikan diri dari penjajah Belanda. Kehidupan mereka bersosialisasi dengan hutan belantara. Keterasingan suku ini pada awalnya memang menakutkan warga. Namun sekarang seorang pencari Rotan, mengatakan bahkan suku Polahi cukup ramah, pencari rotan bisa menggunakan rumah Polahi untuk beristirahat ketika mencari rotan.
Kembali diungkap Mama Tanio bahwa sekarang suku Polahi telah mengenal pakaian, sudah mengenal malu jika tanpa pakaian harus turun hutan. Mama Tanio juga telah menepis bahwa ada mistis mistis tertentu dari suku Polahi ini. Bahkan ketika ada tayangan TV swasta nasional yang mengeksplorasi suku ini dan menyatakan mereka telanjang ini hanyalah rekayasa dan mereka di bayar untuk itu, tambah Mama Tanio.
Sekarang mereka telah mengenal pasar untuk menjual hasil kebun mereka dan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bahkan beberapa suku Polahi telah bekerja sebagai buruh angkut barang. Bahkan anak anak Polahi yang telah menggunkan handphone. Ini membuktikan mereka sudah mulai membuka diri.
Di desa Bina Jaya telah di data 11 keluarga dari suku Polahi ini. Namun sejak kematian Kepala Suku mereka mereka kembali ber-nomaden. Satu keyakinan mereka bahwasanya apabila ada yang meninggal dunia, maka harus meninggalkan rumah dan mencari tempat hidup yan baru.
Pemerintah Gorontalo sendiri pernah menawarkan pemukiman bagi suku Polahi ini. Tetapi ditambahkan Babuta, mereka menolak karena mereka lebih senang hidup di hutan. "Pendahulu mengingatkan kami untuk tidak meninggalkan hutan ini" kata Babuta. (sumber kompas.com)
Share Yuk