Museum Purna Bhakti Pertiwi di Jakarta Timur adalah sebuah warisan berharga lainnya dari mendiang Presiden Soeharto yang koleksinya sebagian besar berupa hadiah dari para petinggi negara, politisi, dan kalangan pebisnis, saat ia masih berkuasa.
Ide untuk membangun museum datang dari mendiang Ibu Tien Soeharto yang ingin berbagi dengan khalayak, atau lebih tepatnya ingin agar masyarakat memiliki kesempatan untuk ikut melihat benda-benda sangat berharga itu.
Sebuah ide mulia, karena dengan demikian masyarakat luas bisa mudah menikmatinya tanpa perlu mengeluarkan sejumlah besar uang untuk membeli dan menyimpannya. Cukup membayar tiket masuk yang sangat murah pengunjung sudah bisa merasakan kegembiraan ketika melihatnya.
Letak museum ini sedikit agak jauh dari tempat parkir kendaraan, dan pengunjung memiliki pilihan apakah akan berjalan kaki atau naik kendaraan gratis disediakan untuk antar jemput ke museum.
Bangunan Museum Purna Bhakti Pertiwi berbentuk kerucut yang bentuknya menyerupai nasi tumpeng dalam tradisi Jawa itu dibangun di atas tanah seluas 19,7 hektar dengan luas keseluruhan bangunan 25.095m2 .
Museum Purna Bhakti Pertiwi diresmikan Soeharto pada 23 Agustus 1993, bertepatan dengan peringatan ulang tahun ke-70 Tien Soeharto, 3 tahun sebelum kematiannya yang terjadi pada tahun 1996.
Sebuah ukiran halus menggambarkan para penghuni hutan pada kayu berukuran besar berdiri tegak di ruangan utama museum. Pada jaman Orde Baru memang relatif tidak sulit untuk mendapatkan kayu berkualitas tinggi dengan ukuran besar, karena pada jaman itu berlangsung eksploitasi hutan besar-besaran.
Pedagang kayu jati pun bisa meraih untung sangat besar, terutama ketika membangun rumah para pejabat yang sangat royal dengan uangnya. Ketika terjadi krisis ekonomi seiring runtuhnya Orde Baru, kayu Indonesia berkualitas tinggi menjadi barang dagangan ekspor sangat menggiurkan karena harganya menjadi sangat murah.
Banyak sekali koleksi berupa barang-barang berharga terbuat dari perak dan gading gajah yang dipajang Museum Purna Bhakti Pertiwi. Ada pula Koleksi Museum Purna Bhakti Pertiwi berupa patung perak penari Melayu, diberikan oleh seorang penasehat ekonomi yang berasal dari negeri jiran, Malaysia.
Ragam dan keindahan koleksi Museum Purna Bhakti Pertiwi selalu mengundang decak kagum, seperti ketika melihat miniatur kapal rumit dan indah terbuat dari perak serta koleksi Jangkar dan patung Cina indah.
Berbagai benda berharga terbuat dari kristal koleksi Museum Purna Bhakti Pertiwi sungguh sangat indah dan berharga. Orang dengan uang tidak terbatas pun mungkin tidak pernah terpikir untuk memilikinya, atau tidak bisa menemukan dimana benda-benda itu dibuat dan dijual. Jika pun bisa diperoleh, boleh jadi kualitas pekerjaannya telah berbeda lantaran seniman pembuatnya telah tiada.
Patung kuda dari bebatuan Cina dalam berbagai posisi, serta patung kuda tembaga dari Juana, Rembang ada juga di Museum Purna Bhakti Pertiwi. Di sisi lain terdapat Kapal Sembilan Naga, sebuah miniatur kapal Kekaisaran Cina yang agung, terbuat dari batu jade Nephrite yang berasal dari propinsi Xinjiang, Cina.
Koleksi lainnya adalah burung-burung terbuat dari porselen yang berasal dari Herend – Hungaria, Bohemia – Czechoslovakia, Guiseppe Cherato dan Capodimonte – Italia, Kaiser – Jerman, serta BNR – Spanyol. Juga Langlang Buana, sebuah karya mengagumkan dari I Wayan Asin, Bali, dengan memakai bahan akar pohon karet berusia 100 tahun yang memakan waktu 16 bulan untuk menyelesaikannya.
Yang juga tak kalah menarik adalah ukiran elok berupa pertarungan mematikan antara Rahwana dan Jatayu dalam legenda Ramayana, karya I Ketut Moderen dari Bali yang terbuat dari pohon Johar. Masih dari Bali, ada karya Dewa Made Windia (Peliatan, Ubud) dalam bentuk sekelompok patung yang terbuat dari uang kepeng. Kepeng adalah jenis mata uang kuno yang sama masih dipakai dalam ritual keagamaan di Bali.
Selanjutnya ada ukiran yang menceritakan Nawa Sanga, atau Sembilan Dewa Pelindung yang menjaga 9 arah mata angin. Mereka adalah Brahma (Selatan), Wisnu (Utara), Siwa (Pusat), Iswara (Timur), Mahadewa (Barat), Sambhu (Timur Laut), Maheswara (Tenggara), Rudra (Barat Laut) and Sangkara (Barat Daya).
Di lantai dua Museum Purna Bhakti Pertiwi bisa ditemukan koleksi Rangda lambang kekuatan jahat, Barong Ket (Keket) lambang kekuatan baik, dan Celuluk lambang kekuatan jahat yang lain yang merupakan karya I Wayan Raka dari Bali.
Sesungguhnya jauh lebih murah untuk menikmati keindahan benda-benda berharga ini dengan mengunjungi museum, daripada memiliki sendiri. Selain tidak memerlukan banyak uang untuk mengunjungi sebuah museum, apalagi di Jakarta yang tiket masuknya umumnya sangat murah, orang juga tidak perlu pusing dengan biaya perawatan dan keamanannya.
Museum Purna Bhakti Pertiwi merupakan tempat wisata museum di Jakarta yang sangat menarik untuk dikunjungi, dengan begitu banyaknya koleksi benda-benda sangat berharga yang akan sulit bagi siapa pun juga untuk mengumpulkannya dalam satu tempat, apalagi untuk memilikinya. Selanjutnya: Apa Saja yang Ada di Museum Keprajuritan Jakarta?
Ide untuk membangun museum datang dari mendiang Ibu Tien Soeharto yang ingin berbagi dengan khalayak, atau lebih tepatnya ingin agar masyarakat memiliki kesempatan untuk ikut melihat benda-benda sangat berharga itu.
Sebuah ide mulia, karena dengan demikian masyarakat luas bisa mudah menikmatinya tanpa perlu mengeluarkan sejumlah besar uang untuk membeli dan menyimpannya. Cukup membayar tiket masuk yang sangat murah pengunjung sudah bisa merasakan kegembiraan ketika melihatnya.
Letak museum ini sedikit agak jauh dari tempat parkir kendaraan, dan pengunjung memiliki pilihan apakah akan berjalan kaki atau naik kendaraan gratis disediakan untuk antar jemput ke museum.
Bangunan Museum Purna Bhakti Pertiwi berbentuk kerucut yang bentuknya menyerupai nasi tumpeng dalam tradisi Jawa itu dibangun di atas tanah seluas 19,7 hektar dengan luas keseluruhan bangunan 25.095m2 .
Museum Purna Bhakti Pertiwi diresmikan Soeharto pada 23 Agustus 1993, bertepatan dengan peringatan ulang tahun ke-70 Tien Soeharto, 3 tahun sebelum kematiannya yang terjadi pada tahun 1996.
Sebuah ukiran halus menggambarkan para penghuni hutan pada kayu berukuran besar berdiri tegak di ruangan utama museum. Pada jaman Orde Baru memang relatif tidak sulit untuk mendapatkan kayu berkualitas tinggi dengan ukuran besar, karena pada jaman itu berlangsung eksploitasi hutan besar-besaran.
Pedagang kayu jati pun bisa meraih untung sangat besar, terutama ketika membangun rumah para pejabat yang sangat royal dengan uangnya. Ketika terjadi krisis ekonomi seiring runtuhnya Orde Baru, kayu Indonesia berkualitas tinggi menjadi barang dagangan ekspor sangat menggiurkan karena harganya menjadi sangat murah.
Banyak sekali koleksi berupa barang-barang berharga terbuat dari perak dan gading gajah yang dipajang Museum Purna Bhakti Pertiwi. Ada pula Koleksi Museum Purna Bhakti Pertiwi berupa patung perak penari Melayu, diberikan oleh seorang penasehat ekonomi yang berasal dari negeri jiran, Malaysia.
Ragam dan keindahan koleksi Museum Purna Bhakti Pertiwi selalu mengundang decak kagum, seperti ketika melihat miniatur kapal rumit dan indah terbuat dari perak serta koleksi Jangkar dan patung Cina indah.
Berbagai benda berharga terbuat dari kristal koleksi Museum Purna Bhakti Pertiwi sungguh sangat indah dan berharga. Orang dengan uang tidak terbatas pun mungkin tidak pernah terpikir untuk memilikinya, atau tidak bisa menemukan dimana benda-benda itu dibuat dan dijual. Jika pun bisa diperoleh, boleh jadi kualitas pekerjaannya telah berbeda lantaran seniman pembuatnya telah tiada.
Patung kuda dari bebatuan Cina dalam berbagai posisi, serta patung kuda tembaga dari Juana, Rembang ada juga di Museum Purna Bhakti Pertiwi. Di sisi lain terdapat Kapal Sembilan Naga, sebuah miniatur kapal Kekaisaran Cina yang agung, terbuat dari batu jade Nephrite yang berasal dari propinsi Xinjiang, Cina.
Koleksi lainnya adalah burung-burung terbuat dari porselen yang berasal dari Herend – Hungaria, Bohemia – Czechoslovakia, Guiseppe Cherato dan Capodimonte – Italia, Kaiser – Jerman, serta BNR – Spanyol. Juga Langlang Buana, sebuah karya mengagumkan dari I Wayan Asin, Bali, dengan memakai bahan akar pohon karet berusia 100 tahun yang memakan waktu 16 bulan untuk menyelesaikannya.
Yang juga tak kalah menarik adalah ukiran elok berupa pertarungan mematikan antara Rahwana dan Jatayu dalam legenda Ramayana, karya I Ketut Moderen dari Bali yang terbuat dari pohon Johar. Masih dari Bali, ada karya Dewa Made Windia (Peliatan, Ubud) dalam bentuk sekelompok patung yang terbuat dari uang kepeng. Kepeng adalah jenis mata uang kuno yang sama masih dipakai dalam ritual keagamaan di Bali.
Selanjutnya ada ukiran yang menceritakan Nawa Sanga, atau Sembilan Dewa Pelindung yang menjaga 9 arah mata angin. Mereka adalah Brahma (Selatan), Wisnu (Utara), Siwa (Pusat), Iswara (Timur), Mahadewa (Barat), Sambhu (Timur Laut), Maheswara (Tenggara), Rudra (Barat Laut) and Sangkara (Barat Daya).
Di lantai dua Museum Purna Bhakti Pertiwi bisa ditemukan koleksi Rangda lambang kekuatan jahat, Barong Ket (Keket) lambang kekuatan baik, dan Celuluk lambang kekuatan jahat yang lain yang merupakan karya I Wayan Raka dari Bali.
Sesungguhnya jauh lebih murah untuk menikmati keindahan benda-benda berharga ini dengan mengunjungi museum, daripada memiliki sendiri. Selain tidak memerlukan banyak uang untuk mengunjungi sebuah museum, apalagi di Jakarta yang tiket masuknya umumnya sangat murah, orang juga tidak perlu pusing dengan biaya perawatan dan keamanannya.
Museum Purna Bhakti Pertiwi merupakan tempat wisata museum di Jakarta yang sangat menarik untuk dikunjungi, dengan begitu banyaknya koleksi benda-benda sangat berharga yang akan sulit bagi siapa pun juga untuk mengumpulkannya dalam satu tempat, apalagi untuk memilikinya. Selanjutnya: Apa Saja yang Ada di Museum Keprajuritan Jakarta?
Share Yuk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar